“Akal adalah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya, kalau hanya sekadar mengakali kancil pun lihai”
Beberapa waktu belakangan sering muncul di berbagai media, berbagai anjuran dalam upaya bertahan di masa depan, ini terkait banyak hal seperti, perubahan pola industri, percepatan, otomasi, teknologi, dan yang dianggap paling signifikan adalah kemunculan wabah virus covid-19 yang hampir mengubah pola hidup manusia 180 derajat.
Mulai dari kiat sukses, motivasi, webinar kewirausahaan, hingga tips dan trik mengelola keuangan kian banyak bermunculan di berbagai media massa, baik cetak maupun digital. Hampir di semua publikasi tersebut aspek yang paling ditekankan adalah kemampuan untuk ‘mengakali’ hidup, ya gampangnya adalah menjadi jeli dan cerdik kalau tak harus menyebut licik.
Baca juga: Masa Depan Yang Beracun
Tapi ada beberapa perspektif yang menarik dari beragamnya sudut pandang publikasi di media, adalah sebuah publikasi dari World Economic Forum yang membahas tentang kemampuan yang harus dimiliki manusia di masa depan. Selain ditulis dengan metode riset yang mumpuni, poin-poin yang dipaparkan terasa jauh lebih masuk akal ketimbang sekedar upaya akal-mengakali.
Alih-alih mengakali, dalam artikel yang diterbitkan salah satu jurnal ekonomi paling populer itu, yang justru ditekankan adalah memaksimalkan penggunaan akal yang mensyaratkan manusia untuk mengakselerasi kecerdasan dan kemampuan analisa dalam mengambil keputusan dan tindakan.
Memang terdengar rumit, apa lagi melihat situasi dan kondisi saat ini kita dituntut untuk jadi lebih mudah beradaptasi dan menyesuaikan diri untuk dapat bertahan dan mempertahahankan keberlanjutan, tapi bila kita lebih teliti, semua poin yang dijelaskan memang akan sangat membantu kita dalam mengambil tindakan.
Salah satu poin yang ditekankan adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking) tentu kita akan mengerenyitkan dahi saat membacanya dan akan bertanya-tanya, di situasi seperti ini apa gunanya berpikir kritis, bukankah tindakan yang cepat akan lebih bermanfaat dalam mengatasi persoalan?


Argumen semacam itu memang tidak bisa dibilang salah, karena jelas saat ini kita tidak bisa lagi terjebak dalam spektrum oposisi biner seperti benar dan salah. Seperti yang diutarakan Yuval Noah Harari dalam salah satu seminarnya yang membahas masa depan peradaban manusia paska covid-19, ia menyampaikan bahwa “segala keputusan yang kita (manusia) ambil di momen krisis ini, akan sangat menentukan nasib perdaban kita di masa depan.”
Mengacu pada analisa Harari tersebut, maka argumen soal bertindak cepat dan berpikir kritis sudah seharusnya dilakukan bersamaan, dengan ini kita dapat menghindari perdebatan kontra produktif soal mana langkah yang paling tepat untuk diambil. Maka dapat dismpulkan bahwa langkah yang harus dilakukan bukan hanya taktis, tapi juga sistematis, logis, dan humanis, yang semua aspek itu hanya dapat diraih dengan memadukan berbagai kemampuan dari tindakan, pikiran, hingga rasa kemanusiaan.
Apabila kita dapat bertindak dengan memenuhi semua aspek tersebut, maka upaya mempertahankan kehidupan akan jauh lebih masuk akal untuk dilakukan dan dengan harapan kita mampu menghindari kecerobohan yang telah mengantarkan pada situasi saat ini, situasi yang bukan hanya menyesakkan tapi juga membahayakan keberlanjutan peradaban. (Ignavus Canis)