Melalui Hari-hari Yang Berat

0
1710

Ketika Covid-19 menggantung sebagai musuh yang tak kasat mata. kegiatan bisnis menghadapi cobaan yang sangat berat.  Sejumlah analis ekonomi memperkirakan pertumbuhan perekonomian Indonesia akan melorot ke angka satu persen, sama halnya dengan pertumbuhan ekonomi Cina. Bahkan jika menggunakan skenario yang lebih muram, pertumbuhan perekonomian Indonesia akan menyelam, menjadi negatif antara 0,4-0,5 persen.

Dengan demikian, sesuai dengan prioritas sebagian besar manusia untuk dapat bertahan hidup, hal serupa juga harus dilakukan oleh perusahaan. Jika sebelumnya pengelola perusahaan berusaha secara optimal untuk memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham dan tantiem atau bonus bagi mereka, hal ini sulit untuk dapat dilakukan di masa pandemi Covid-19.

Sebulan isolasi diri yang dilakukan di banyak pelosok bumi ternyata telah membawa berkah bagi bumi yang ringkih ini. Program “Langit Biru” untuk mengurangi polusi udara yang telah dicanangkan sejak masa Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim kini mulai terlihat. Sejumlah pengguna Facebook beramai-ramai memosting langit Jakarta yang cerah dan membiru. Dan hal ini terjadi di kota-kota besar dunia, termasuk di Wuhan.

Jelas, hal ini merupakan berita baik. Namun bagi bisnis jelas ini menandakan pabrik-pabrik berhenti, atau mengurangi produksinya. Bersamaan dengan itu kegiatan konsumsi pun melemah, karena orang-orang terkurung di rumah. Dan kalau pun memesan produk melalui daring, mereka melakukannya secara selektif, sesuai keperluan, karena berusaha menghindari kontak yang tak perlu.

Baca jiuga: 10 Tantangan Keberlanjutan

Pertanyaannya: Berapa lama hal situasi ini akan bertahan? Ramadhan segera datang, dan perusahaan harus menyiapkan gaji ke-13. Mungkin tak terlalu memberatkan bagi perusahaan-perusahaan besar. Namun akan menjadi ujian survival bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Sungguh suatu ujian eksistensial: Apa sesungguhnya tujuan perusahaan. Untuk apa sesungguhnya perusahaan didirikan?

Di saat-saat semacam ini sesungguhnya tanggung jawab sosial perusahaan menghadapi ujian yang sebenarnya. Karena di masa krisis semacam hari-hari ini perusahaan dituntut untuk meningkatkan upaya mereka untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Di masa-masa krisis semacam ini perusahaan akan memperoleh sorotan dari masyarakat dalam sejumlah keputusan bisnis mereka. Apakah mereka akan menutup mata dan hanya fokus untuk menjaga bottom line perusahaan, atau ikut memikirkan dampak krisis ini bagi pemangku kepentingannya, dampak besarnya baru akan terlihat setelah badai ini berlalu.

Bisa dipahami, banyak eksekutif puncak merasa terkendala untuk melakukan langkah-langkah defensif untuk melindungi bisnis mereka. Namun dalam krisis semacam ini, kebutuhan pemangku kepentingan sudah sangat akut sehingga peluang bagi bisnis untuk membuat kegiatan untuk membantu mereka tak akan terhapuskan dengan membuat dukungan, empati, dan tujuan-tujuan kemanusiaan yang lebih besar daripada yang pernah dilakuka pada waktu-waktu sebelumnya.

Tentu saja perusahaan tidak memiliki sumberdaya yang sama dalam inisiatif tanggung jawab sosial mereka. Namun kembali kreativitas dan inovasi sangat berperan di masa-masa yang sulit ini. Perusahaan-perusahaan besar dapat memutuskan tidak mencari keuntungan dan menyesuaikan dengan pertumbuhan perekonomian negara, dengan membantu vendor dan pemasoknya tetap dapat menjalankan bisnis dan membayar  mereka tanpa harus menunda-nunda pembayaran. Mengingat perusahaan kecil dan menengah yang menjadi vendor perusahaan-perusahaan besar ini sangat banyak jumlahnya, maka hal itu akan membantu menjaga mereka tetap berbisnis, dan memiliki kemampuan untuk menggaji karyawan-karyawan mereka, dan memastikan karyawan-karyawan perusahaan-perusahaan kecil ini tak kehilangan pekerjaan.

Sejumlah bisnis yang mengalami tekanan paling keras akibat sebaran Covid-19, juga harus kreatif membangkitkan sumberdaya yang mereka miliki untuk membantu mengatasi krisis yang belum terlihat akhirnya ini.

Kelompok Lippo, misalnya, memahami bisnis mal sangat terancam karena orang mencoba menghindari kerumunan, dan tidak lagi nongki-nongki dan shopping di mal. Karena itu mereka mengubah Lippo Plaza Mampang menjadi Rumah Sakit Tipe C untuk rujukan penyakit Covid-19. Suatu upaya bisnis dan sosial yang cerdas, mengingat keterbatasan rumah sakit dan fasilitas perawatan pasien di saat meruyaknya wabah virus Corona.

Sejumlah pengelola hotel yang juga mengalami tekanan berkurangnya penghuni secara drastis juga memilih untuk menyerahkan hotel mereka sebagai tempat menginap dan beristirahat para dokter dan perawat yang harus berjibaku dalam menjaga kelangsungan hidup para pasien Covid-19. Terlihat di sini bahwa bisnis harus betul-betul memilih untuk melakukan tindakan yang tak hanya bermanfaat secara bisnis namun juga bermanfaat secara kemanusiaan.

Baca juga: Bersama Meski Berjarak

Sampai di sini, saya teringat saat krisis perekonomian mendera di tahun 1998, yang membuat rezim Orde Baru ambruk. Di saat perekonomian  tumbuh negatif, banyak perusahaan kolaps, bangkrut, dan banyak karyawan kehilangan pekerjaan. Masa-masa yang paling sulit bagi operasi bisnis perusahaan, terutama bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah.

Perusahaan saya menyadari, jika PHK harus dihindari, satu-satunya cara adalah mengurangi gaji karyawan, yang dianggap sebagai hutang oleh perusahaan. Dengan cara semacam ini, perusahaan masih tetap dapat beroperasi dan melewati tahun yang sangat sulit itu. Setelah perusahaan beroperasi secara menguntungkan di tahun berikutnya, gaji yang diutang pada tahun yang sulit itu pun dibayarkan kembali ke masing-masing karyawan.

Di masa-masa yang sulit semacam ini, bisnis tak dapat berjalan secara biasa. Diperlukan pemikiran dan cara-cara baru agar perusahaaan dapat terus beroperasi dan memberikan manfaat bagi segenap pemangku kepentingannya. Dr. M. Gunawan Alif (Chairman Indonesia CSR Society)